Kamis, 02 April 2020

Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam


Melakukan evaluasi terhadap model dokumen KTSP 1 dan 2

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
 Salah satu factor untuk  mencapai suatu keberhasilan tujuan pendidikan adalah terlaksananya proses pembelajaran. Sedangkan untuk menilai bagaimana suatu proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien adalah dengan berjalannya suatu proses evaluasi pembelajaran. Evaluasi akan mendorong siswa untuk lebih giat dalam belajar, dan mendorong guru untuk selalu meningkatkan kualitas pembelajarannya. Pada proses evaluasi terdapat pengukuran dan penilaian. Hasil pengukuran dan penilaian digunakan sebagai kegiatan evaluasi. Evaluasi yang digunakan sebagai alat ukur untuk melihat apakah tujuan pembelajaran telah terlaksana. Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif- alternatif keputusan. Segala kegiatan evaluasi yang dilakukan perlu menggunakan rencana yang matang. Evaluasi memiliki prosedure dan merupakan suatu kegiatan yang kontinue. Pengetahuan tentang prosedure ini akan memungkinkan kita memperoleh gambaran yang lebih jelas terkait dengan sistematik kegiatan evaluasi pada umumnya, sehingga mudah bagi kita untuk membangun sistem evaluasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan beberapa model evaluasi dapat diterapkan.
B.     Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang akan mempermudah pembahasan pada makalah ini meliputi:
1.      Apa pengertian Evaluasi ?
2.      Apa model evaluasi yang di gunakan?
3.      Apakah alat evaluasi berupa test dalam penilaian pembelajaran?
4.      Apa kekurangan dan kelebihannya?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif- alternatif keputusan.[1]Segala kegiatan evaluasi yang dilakukan perlu menggunakan rencana yang matang. Evaluasi memiliki prosedure dan merupakan suatu kegiatan yang kontinue. Pengetahuan tentang prosedure ini akan memungkinkan kita memperoleh gambaran yang lebih jelas terkait dengan sistematik kegiatan evaluasi pada umumnya, sehingga mudah bagi kita untuk membangun sistem evaluasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Evaluasi dapat dilihat dari terlaksananya program pembelajaran. Ketika pembelajaran berhasil dan membawa dampak yang lebih baik dari sebelumnya, maka itu berarti proses evaluasi yang dilakukan pun berhasil. Keberhasilan pembelajaran selalu dilihat dari hasil belajar siswa. Disisi lain evaluasi pada program pembelajaran membutuhkan data tentang pelaksanaan pembelajarandan tingkat ketercapaian tujuannya. Keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar. Sementara implementasi program pembelajaran di kelas atau kualitas proses pembelajaran di kelas jarang tersentuh oleh kegiatan penilaian.
Evaluasi erat kaitannya dengan pengukuran dan penilaian. Evaluasi mencakup pengukuran dan penilaian. Namun perlu disadari bahwasanya untuk mencapai tujuan yang diharapkan pengukuran dan penilaian bukanlah hal yang paling penting lagi. Perkembangan model evaluasi menjadi hal yang sangat menarik. Jika jaman dahulu evaluasi dapat dilihat hanya dengan proses penilaian dan pengukuran, saat ini penilaian dan pengukuran hanya digunakan untuk tujuan- tujuan tertentu saja bukan suatu keharusan.
             I.      Evaluasi tidak hanya menilai berapa hasil tes seorang siswa, namun lebih dari itu evaluasi menilai input, output, dan proses pembelajaran berlangsung. Hal diatas terjadi karena berkembangnya model evaluasi. Dengan berkembangnya model evaluasi memberi kebebasan oleh para pelaksana pendidikan untuk memilih model evaluasi seperti apa yang akan digunakan.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan dari diri seseorang. Dimana perubahan dalam belajar dapat dilihat dari berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain- lain yang ada pada setiap individu. Sama halnya dengan belajar, mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses yakni proses mengatur, mengorganisir lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar.[2]
Pembelajaran adalah kedua proses yaitu proses belajar dan mengajar dengan subjel yang berbeda. Subjek belajar adalah siswa dan subjek pembelajar adalah guru. Hubungan atau interaksi keduanya didalam suatu lingkungan belajar adalah proses pembelajaran. Keberhasilan dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari guru dan siswa itu sendiri. Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh guru, siswa, proses dan hasil belajar. Tercapai tidaknya suatu keberhasilan dilihat dari hasil evaluasi pembelajaran tersebut.
Pada konteks pembelajaran, evaluasi pada umumnya berorientasi pada tujuan pendidikan yang di dalamnya mencakup beberapa macam tujuan termasuk tujuan pendidikan nasional, tujuan institusi, tujuan instruksional umum, dan tujuan instruksional khusus yang di dalamnya mengandung penampilan (Performance). Pada konteks yang lebih luas, evaluasi kurikulum maupun evaluasi sistem bervariasi sesuai dengan pilihan evaluator sendiri. Model evaluasi muncul karena adannya usaha eksplanasi secara kontinu yang diturunkan dari perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak pada bidang ilmu pendidikan, perilaku dan seni.[3]
B.     Model Evaluasi Program Pembelajaran
Keberhasilan program pembelajaran tidak bisa hanya dilihat dari tes hasil belajar siswa. Fungsi Evaluasi adalah Untuk menegetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu. Selain itu evaluasi juga berfungsi untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran. Evaluasi yang dipilih sebaiknya mencangkup penilaian desain pembelajaran, yang meliputi kompetensi yang dikembangkan, strategi pembelajaran yang dipilih, da nisi program. Penilaian mencangkup implementasi program pembelajaran atau kualitas pembelajaran serta hasil program pemebelajaran.[4] Ada beberapa model evaluasi yang dapat digunakan sebagai evaluasi program pembelajaran. Pada kesempatan ini tidak semua model akan dibicarakan. Berbagai model evaluasi program pendidikan dapat dipilih oleh guru maupun sekolah untuk mengadakan evaluasi terhadap keberhasilan program pembelajaran. Pemilihan model evaluasi tergantung pada kemampuan seorang evaluator, tujuan evaluasi serta untuk apa evaluasi itu dilakukan. Beberapa model yang sering digunakan diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Evaluasi model Kirkpatrick
1.      Evaluating reaction
Mengevaluasi terhadap peserta training/ mengukur kepuasan peserta. Program training dirasa efektif apabila program dapat memuaskan  dan menyenangkan bagi peserta training sehingga mereka termotivasi untuk belajar dan berlatih. Kepuasan peserta training dapat dikaji dari berbagai aspek yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan angket.
2.      Evaluating learning
Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training yaitu pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Peserta training telah mengalami belajar apabila telah mengalami perubahan sikap, peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Tanpa adanya perubahan kegiatan training dikatakan gagal.
3.      Evaluating behavior
Evaluasi ini memfokuskan pada perubahan tingkah laku peserta training. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi akan diimplementasikan setelah peserta kembali ketempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.
4.      Evaluating result
Evaluasi ini difokuskan pada hasil akhir. Atau evaluasi terhadap impact program. Evaluasi ini lebih sulit dibandingkan evaluasi sebelumnya.[5]
b.      Evaluasi model Stake
Stake menekankan adanya dua dasar evaluasi yaitu description dan judgement. Dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu antecedent, transaction, dan outcomes. Dalam penilaian suatu program berarti kita membandingkan antara program yang satu dengan yang lainnya. Dalam model ini antara masukan, proses dan hasil data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat pada program.[6]
c.       Evaluasi model CIIP
Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai latar belakang yang mempengaruhi jenis- jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam system yang bersangkutan, contohnya masalah pendidikan yang sedang dirasakan. Evaluasi masukan (input) merupakan sarana, modal, bahan dan rencana strategi yang ditetapkan dalam mencapai tujuan pendidikan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumber daya, pelaksana dan jadwal kegiatan yang sesuai bagi kelangsungan program. Evalusi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan baik berupa pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana, modal, bahan di dalam kegiatan nyata di lapangan. Evaluasi hasil (product) yaitu bagaimana hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan system pendidikan yang bersangkutan.[7]
d.      Model Kesenjangan
Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) menurut provus (dalam Fernandes, 1984) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standard) yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari program tersebut. Baku adalah criteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan meliputi kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program, kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benar-benar direalisasikan, kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan, kesenjangan tujuan, kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah dan kesenjangan dalam system yang tidak konsisten. Oleh karena itu model evaluasi ini memeiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk dan membandingkan.
e.       Model Evaluasi pengukuran
Model ini sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran didalam proses evaluasi pendidikan. Pengukuran menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas atau jumlah. Jumlah ini akan menentukan besarnya (magnitude) objek, orang ataupun peristiwa-peristiwa yang dilukiskan daam unit-unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan model ini telah diterapkan dalam proses evaluasi untuk melihat dan mengungkapkan perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, sikap mauun kepribadian. Dalam hubungan dengan evaluasi program pendidikan di sekolah. Model ini menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan tes.
f.       Model Evaluasi Persesuaian
Menurut model ini evaluasi tidak lain adalah usaha untuk memerika persesuaian antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepetingan penyempurnaan program, bimbingan siswa dan pemberian informasi kepada pihak-pihak luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai.
Langkah-langkah evaluasi yang perlu ditempuh didalam proses evaluasi menurut model yang kedua ini Tyler mengajukan 4 langkah pokok yaitu:
  1. Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Karena evaluasi diadakan untuk memeriksa sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu sudah dapat dicapai, perlu masisng-maing itu diperjelas rumusannya sehingga memberikan arah yang lebih tegas didalam proses perencanaan evaaluasi yang dilakukan.
  2. Menetapkan test situation yang diperlukan. Dalam langkah ini ditetapkan jenis-jenis evaluasi yang akan memungkinkan para siswa untuk memperlihatkan perilaku yang akan dinilai tersebut. Situasi-situasi yang dimaksudkan dapat berbentuk demonstrasi, memecahkan persoalan-persolan tertulis memimpin kegiatan kelompok dan sebagainya.
  3. Menyusun alat evaluasi. Berdasarkan rumusan tujuan dan test situation yang telah dikembangkan dalam langkah-langkah sebelumnya kini dapat ditetapkan dan disusun alat-alat evaluasi yang cocok untuk digunakan dalam menilai jenis-jenis perilaku yang tergambar dalam tujuan tersebut.
  4. Menggunakan hasil evaluasi. Setelah tes dilaksanakan hasilnya diolah sedemikian rupa agar dapat memenuhi tujuan diadakannya evaluasi tersebut, baik untuk kepentingan bimbingan siswa maun untuk perbaikan program.
  1.   Model Evaluasi Sistem Pendidikan
Model evaluasi system pendidikan bertitik tolak darri pandangan bahwa keberhasilan suatu program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, cirri anak didik maupun lingkungan sekitarnya, tujuan program dan peralatan yang dipakai, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evalausi menurut model ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program yang sedang dikembangkan dengan sejumlah criteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan jajmen mengenai program yang dinilai tersebut. Ada beberap hal di dalam isi pandangan di atas yang perlu digaris bawahi dan diuraikan lebih lanjut mengingat pentingnya hal-hal tersebut didalam konteks konsep evaluasi yang dianut oleh model ini
1.      Dengan mengungkapkan berbagai dimensi program model ini menekankan pada pentingnya program sebagai suatu keseluruhan yang dijadikan objek evaluasi , tanpa membatasi hanya pada aspek hasil yang dicapai saja.
2.      Perbandingan antara program performance dankriteria juga merupakan salah satu inti yang penting dalam konsep evaluasi menurut model ini. Hal penting disini adalah bahwa setiap dimensi program pendidikan yang sedang dikembangkan itu perlu ditetapkan dengan tegas criteria yang akan dijadikan ukuran dalam menilai performance dalam maing-masing dimensi tersebut. Salah satu kelemahan yang ada sekarang Stufflebeam (1972) adalah kurang jelasnya criteria yang digunakan sebagai dasar didalam mengadakan evaluasi tersebut.
3.      Model ini berpandangan bahwa model evaluasi tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan program yang telah dinilainya, melainkan harus sampai pada suatu Judgment baik-buruknya, efektif-tidaknya program pendidikanyang bersangkutan[i]
C.     Alat Evaluasi Berupa Tes dalam Penilaianan pembelajaran, Kelebihan dan Kekurangan
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soalnya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes hasil belajar bentuk uraian (selanjutnya disingkat dengan tes uraian) dan tes hasil belajar bentuk obyektif (selanjutnya disingkat dengan tes obyektif).
1)      Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif (objective test)
(1)   Pengertian tes objektif
Test objektif (objective test) yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test), tes “ya-tidak” (yes-no test) dan tes model baru (new type test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-kata atau symbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan pada msing-masing bitur item yang bersangkutan.
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan darri tes bentuk essai (Arikunto, 2003:164).Tes hasil belajar adalah merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk mengukur perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik, setelah mereka mengikuti prose pembelajaran. 
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soalnya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes hasil belajar bentuk uraian (selanjutnya disingkat dengan tes uraian) dan tes hasil belajar bentuk obyektif (selanjutnya disingkat dengan tes obyektif).
(2)   Penggolongan Tes Objektif; (a)Tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test), (b) Tes obyektif bentuk menjodohkan (matching test), (c) Tes obyektif bentuk melengkapi (completion test), (d) Tes obyektif bentuk isian (fill in test), (e) Tes obyektif bentuk pilihan ganda (multiple choice item test)
(3)   Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif (objective test)
Test objektif (objective test) yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test), tes “ya-tidak” (yes-no test) dan tes model baru (new type test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-kata atau symbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan pada msing-masing bitur item yang bersangkutan
(4)   Kelebihan dan kekurangan tes obyektif
a.      Kelebihan Test Objektif yaitu: (a) Lebih respektif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat di hindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi peserta didik maupun segi guru yang memeriksa.Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi. (b) Pemeriksaanya dapat diserahkan orang lain. (c) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi. (d) Untuk menjawab test objektif tidak banyak memakai waktu. (e) Reabilitynya lebih tinggi kalau di bandingkan dengan tes Essay, karena penilainnya bersifat objektif. (f) Validitas tes objektif lebih tinggi dari tes essay, karena samplingnya lebih luas. (g) Pemberian nilai dan cara menilai test objektif lebih cepat dan mudah karena tidak menuntut keahlian khusus dari pada si pemberi nilai. (h) Tes Objektif tidak memperdulikan penguasaan bahasa, sehingga mudah dilaksanakan.
b.      Kelemahan Test Objektif yaitu:(a)Persiapan untuk menyusun jauh lebih sulit dari pada tes esai karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelamahan yang lain; (b) Soal-soal cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi; (c) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan; (d) Kerjasama antarpeserta didik pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka. (e) Peserta didik sering menerka-nerka dalam memberikan jawaban, karena mereka belum menguasai bahan pelajaran tersebut. (f) Memang test sampling yang diajukan kepada peserta didik- peserta didik cukup banyak, dan hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk menjawabnya (g) Tidak biasa mengajak peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi. (h) Banyak memakan biaya, karena lembaran item-item test harus sebanyak jumlah pengikut test.
c.       Cara mengatasi kelemahan: (a) Kesulitan menyusun tes objektif dapat diatasi dengan jalan banyak berlatih terus menerus hingga betul-betul mahir; (b)  Menggunakan tabel spesifikasi untuk mengatasi kelemahan nomor satu dan dua; (c) Menggunakan norma/standar penilaian yang memperhitungkanfaktor tebakan (guessing) yang bersifat spekulatif itu
d.      Pembagian tes obyektif, salah satu jenis tes hasil belajar, tes obyektif dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
(1)   Tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test).
Tes obyektif bentuk true-false test sering dikenal dengan istilah tes obyektif bentuk benar-salah atau tes obyektif “ya-tidak” (yes-no test).Tes obyektif bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes obyektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan, pernyataan mana ada yang benar atau ada yang salah. Disini, tugas testee adalah membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf B jika menurut mereka pernyataan itu benar, atau membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf S jika menurut mereka pernyataan itu salah.
Jadi, tes obyektif itu bentuknya adalah kalimat atau pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban: benar atau salah, dan testee diminta menentukan pendapatnya mengenai pernyataan tersebut dengan cara seperti yang ditentukan dalam petunjuk cara mengerjakan soal.
a.       Kelebihan tes obyektif; (a) Soal ini baik untuk hasil- hasil, dimana hanya ada dua alternative jawaban; (b) Tuntutan kurang ditekankan pada kemampuan baca; (c) Sejumlah soal relative dapat dijawab dalam tipe test secara berkala. (d) Penilaian mudah, objektif dan dapat dipercaya.
b.      Kelemahan tes obyektif; (a) Sulit menuliskan soal diluar tingkat pengetahuan yang bebas dari maksud ganda; (b) Jawaban soal tidak memberikan bukti bahwa peserta didik mengetahui dengan baik; (c) Tidak ada informasi diagnostic dari jawaban yang salah; (d) Memungkinkan dan mendorong peserta didik untuk menerka-nerka.

(2)   Tes obyektif bentuk menjodohkan (matching test)
Tes obyektif bentuk matching sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan, tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan dan tes mempertimbangkan. Tes obyektif bentuk matching merupakan salah satu bentuk obyektif dengan ciri-ciri sebagai berikut. Tes terdiri dari satu seri jawaban; Tugas testee adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban yang telah tersedia, sehingga sesuai atau cocok atau merupakan pasangan dari pertanyaan. Jadi, dalam tes obyektif bentuk matching ini, disediakan dua kelompok bahan dan testee harus mencari pasangan-pasangan yang sesuai antara yang terdapat pada kelompok pertama dengan yang terdapat pada kelompok kedua, sesuia dengan petunjuk yang diberikan dalam tes tersebut.
a.       Kelebihannya; (a) Suatu bentuk yang efisien diberikan dimana sekelompok respon sama menyesuaikan dengan rangkaian isi soal; (b) Waktu membaca dan merespon relative singkat.Mudah untuk dibuat.Penilaian mudah, objektif dan dapat dipercaya.
b.      Kelemahan; (a)Materi soal dibatasi oleh factor ingatan/ pengetahuan yang sederhana dan kurang dapat dipakai untuk mengukur penguasaan yang bersifat pengertian dan kemampuan membuat tafsiran; (b) Sulit menyusun soal yang mengandung sejumlah respon yang homogeny; (c) Mudah terpengaruh dengan petunjuk yang tidak relevan.
(3)   Tes obyektif bentuk melengkapi (completion test)
Tes obyektif bentuk completion sering dikenal dengan istileh tes melengkapi atau menyemprnakan, yaitu salah satu jenis tes obyektif yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut; (a) Tes tersebut terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dihilangkan (sudah dihapuskan); (b) Bagian-bagian yang dihilangkan itu diganti dengan titik-titik (….); (c) Titik-titik itu harus diisi atau dilengkapi atau disempurnakan oleh testee 
Jadi sebenarnya tes obyektif bentuk completion ini mirip dengan tes obyektif bentuk fill in. Letak perbedaannya ialah,bahwa pada tes obyektif bentuk fill in bahan yang diteskan itu merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada tes obyektif bentuk completion tidak harus demikian. Dengan kata lain, pad tes obyektif bentuk completion ini, butir-butir soal tes dapat saja dibuat berlainan antara yang satu dengan yang lain.
a.       Kelebihan: (a) Sangat mudah dalam penyusunannya; (b) Lebih menghemat tempat (menghemat kertas); (c) Persyaratan komprehensif dapat dipenuhi oleh test model ini; (d) Digunakan untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar mengungkap taraf pengenalan atau hafalan saja
b.      Kelemahan; (a) Lebih cenderung mengungkap daya ingat atau aspek hafalan saja; (b) Butir- butir item dari test model ini kurang relevan untuk diajukan; (c) Tester kurang berhati-hati dalam menyusun kalimat dalam soal.
(4)   Tes obyektif bentuk isian (fill in test)
Tes obyektif bentuk fill in (bentuk isian) ini biasanya berbentuk cerita atau karangan. Kata-kata penting dalam cerita atau karangan itu beberapa diantaranya dikosongkan (tidak dinyatakan), sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang yang telah dikosongkan itu.
a.       Kelebihan: (a) Mudah dalam perbuatan; (b) Kemungknan menebak jawaban sangat sulit; (c) Cocok untuk soal- soal hitungan; (d) Hasil- hasil pengetahuan dapat diukur secara luas
b.      Kelemahan: (a) Sulit menyusun kata- kata yang jawabannya hanya satu; (b) Tidak cocok untuk mengukur hasil- hasil belajar yang komplek; (c) Penilaian menjemukan da memerlukan waktu banyak.
(5)   Tes obyektif bentuk pilihan ganda (multiple choice item test)
Tes obyektif bentuk multiple choice item sering dikenal dengan istilah tes obyektif pilihan ganda, yaitu salah satu bentuk tes obyekif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai, dan untuk menyelesaikannya harus dipilih salah satu (atau lebih) dari beberapa kemungkinan jawab yang telah disediakan pada tiap-tiap butir soal yang bersangkutan.
Tes obyektif bentuk multiple choice item terdiri atas dua bagian:
                                                    i.      Item atau soal, yang dapat berbentuk pertanyaan dan dapat pula berbentuk pernyataan
                                                  ii.      Option atau alternatif, yaitu kemungkinan-kemungkinan jawab yang dapat dipilih oleh testee.
                                                iii.      Option atau alternatif ini terdiri atas dua bagian, yaitu: (a) Satu jawaban betul, yang biasa disebut kunci jawaban; (b) Beberapa pengecoh atau distraktor, yang jumlahnya berkisar antara dua sampai lima buah
Dalam perkembangannya, sampai saat ini obyektif bentuk multiple choice item dapat dibedakan menjadi sembilan model, yaitu:
a.       Tes obyektif bentuk multiple choice item model melengkapi lima pilihan.
Tes obyektif bentuk multiple choice item model melengkapi lima pilihan ini pada umumnya terdiri atas: kalimat pokok yang berupa pernyataan yang belum lengkap, diikuti oleh lima kemungkinan jawab (alternatif) yang dapat melengkapi perntaan tersebut. Tugas testee di sini adalah: memilih salah satu di antara lima kemungkinan jawab tersebut, yang menurut keyakinan testee adalah paling tepat (merupakan jawaban yang paling benar). Dengan demikian, Tes obyektif bentuk multiple choice item model melengkapi lima pilihan ini, hanya akan kita jumpai satu jawaban yang benar.
b.      Tes obyektif bentuk multiple choice item model asosiasi dengan lima atau empat pilihan. Tes obyektif bentuk multiple choice item model asosiasi dengan lima atau empat pilihan ini terdiri dari lima atau empat judul/istilah/pengertian, yang diberi tanda huruf abjad didepannya, dan diikuti oleh beberapa pernyataan yang diberi nomor urut didepannya. Untuk tiap pernyataan tersebut testee diminta memilih salah satu judul/istilah/pengertian yang berhuruf abjad, yang menurut keyakinan testee adalah paling cocok (paling benar).
c.       Tes obyektif bentuk multiple choice item model melengkapi berganda, Butir soal sejenis ini pada dasarnya sama dengan model melengkapi lima pilihan, yaitu terdiri atas satu kalimat pokok yang belum lengkap, diikuti dengan beberapa kemungkinan jawaban (bisa merupakan lima pernyataan dan bisa pula merupakan empat pernyataan). Perbedaannya adalah, bahwa pada butir soal jenis ini, kemungkinan jawaban betulnya bisa satu, dua, tiga atau empat.
d.      Tes obyektif bentuk multiple choice item model analisis hubungan antar hal. Tes obyektif bentuk multiple choice item biasanya terdiri atas satu kalimat pernyataan yang diikuti oleh satu kalimat keterangan. Kepada testee ditanyakan, apakah pernyataan itu betul, danapakah keterangan itu juga betul. Jika pernyataan dan keterangan itu betul, testee harus memikirkan, apakah pernyataan itu disebabkan oleh keterangan yang diberikan, pernyataan itu tidak disebabkan oleh keterangan tersebut?
e.       Tes obyektif bentuk multiple choice item model analisis kasus
Butir soal jenis ini merupakan tiruan keadaan yang sebanarnya. Jadi seolah-olah testee dihadapkan kepada suatu kasus. Dari kasus tersebut, kepada testee ditanyakan mengenai berbagai hal dan kunci jawaban-jawaban itu tergantung pada tahu atau tidaknya testee dalam memahami kasus tersebut
f.       Tes obyektif bentuk multiple choice item model hal kecuali. Model “hal kecuali” ini dikembangkan atas dasar asosiasi positif dan asosiasi negative secara serempak. Jika model semacam ini digunakan dalam tes hasil belajar, maka pada kolom sebelah kiri dicantumkan tiga macam gejala atau katagori (yakni A, B dan C); sedangkan pada kolom sebelah kanan terdapat lima hal atau keadaan (yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5), dimana empat diantaranya cocok dengan satu hala yang berada di sebelah kiri. Jawaban yang dikehendaki oleh tester adalah agar testee menentukan hal berabjad mana yang dipandang cocok dengan empat keadaan yang bernomor dan keadaan yang tidak cocok dengan hal atau keadaan itu. Jadi, disini testee diminta untuk memberikan dua buah jawaban, yaitu 1 huruf abjad dan 1 nomor.
g.      Tes obyektif bentuk multiple choice item model hubungan dinamik. Tes obyektif bentuk multiple choice item model hubungan dinamik ini adalah salah satu jenis tes obyektif bentuk pilihan ganda, yang menuntut kepada testee untuk memiliki bekal pengertian atau pemahaman tentang perbandingan kuantitatif dalam hubungan dinamik. Dalam praktik model ini lebih sesuai diterapkan pada tes hasil belajar yang termasuk dalam kelompok mata pelajaran eksakta, seperti: fisika, kimia, biologi dan sebagainya
h.      Tes obyektif bentuk multiple choice item model perbandingan kuantitatif. Pada model perbandingan kuantitaif ini, yang perlu ditanyakan pada testee adalah hafalan kuantitatif yang sifatnya fundamental dan di kemudian hari perlu hafal di luar kepala, di dalam profesinya, tanpa melihat buku, daftar atau model
i.        Tes obyektif bentuk multiple choice item model pemakaian gambar/diagram/grafik/pet. Pada tes obyektif bentuk multiple choice item model pemakaian gambar/diagram/grafik/peta yang diberi tanda huruf abjad A, B, C, D dan sebagainya. Kepada testee ditanyakan tentang sifat/keadaan/hal-hal tertentu yang berhubungan dengan tanda-tanda tersebut.
                                    1)          Kelebihan: (a) Hasil belajae yang sederhana sampai yang komplek dapat diukur; (b) Terstruktur dan petunjuknya jelas. (c) Alternatif jawaban yang salah dapat memberikan informasi diagnostic; (d) Tidak dimungkinkan untuk menerka jawaban. (e) Penilaian mudah, objektif dan dapat dipercaya.
                                    2)          Kelemahan: (a)  Menyusunnya membutuhkan waktu yang lama; (b) Sulit menemukan pengacau; (c) Kurang efektif mengukur beberapa tipe pemecahan masalah, kemampuan untuk mengorganisir dan mengekspresikan ide; (d) Nilai dapat dipengaruhi dengan kemampuan baca.





BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pembelajaran adalah kedua proses yaitu proses belajar dan mengajar dengan subjek yang berbeda. Subjek belajar adalah siswa dan subjek pembelajar adalah guru. Hubungan atau interaksi keduanya didalam suatu lingkungan belajar adalah proses pembelajaran. Keberhasilan dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari guru dan siswa itu sendiri. Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh guru, siswa, proses dan hasil belajar. Tercapai tidaknya suatu keberhasilan dilihat dari hasil evaluasi pembelajaran tersebut.
Keberhasilan program pembelajaran tidak bisa hanya dilihat dari tes hasil belajar siswa. Fungsi Evaluasi adalah Untuk menegetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu. Berbagai model evaluasi dapat dipilih untuk melakukan kegiatan evaluasi.
Masalah evaluasi kurikulum KTSP  dalam pendidikan merupakan salah satu bagian penentu tingkat keberhasilan dalam pendidikan. Pengembangan alat evaluasi dalam penilaian berbasis KTSP dalam belajar merupakan masalah yang sangat penting bagi para siswa dalam mencapai keberhasilan belajarnya, terlebih lagi bagi para siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Tujuan evaluasi kurikulum KTSP ada lima, kelima tujuan evaluasi berbeda-beda satu sama lainnya sesuai dengan kepentingan dan waktu ketika seseorang/lembaga melakukan evaluasi. Kelima tujuan tersebut adalah sbb: (1) Menentukan tingkat pemahaman para pengembang KTSP mengenai ide kurikulum yang dikembangkan di tingkat nasional; (2) Menentukan tingkat pemahaman dan ke-trampilan pengembang KTSP mengenai prinsip-prinsip pengembangan KTSP; (3) Menentukan tingkat keberhasilan pengembangan dokumen KTSP; (4) Menentukan tingkat pelaksanaan KTSP (5) Menentukan tingkat keberhasilan KTSP. Kelima tujuan evaluasi yang dikemukakan di atas bukanlah merupakan keseluruhan yang harus digunakan dalam setiap kegiatan evaluasi. Kelima tujuan tersebut di atas dapat digunakan secara terpisah tergantung pada fokus kajian dan pemanfaatan hasil evaluasi (utility).
Menentukan tingkat keberhasilan pengembangan dokumen KTSP ádalah fokus penting berikutnya. Evaluasi KTSP harus dapat menentukan apakah dokumen KTSP yang telah dikembangkan statu satuan pendidikan (dalam hal ini sekolah) telah memenuhi berbagai patokan yang telah dipersyaratkan. Tentu saja dokumen KTSP tersebut ádalah hasil dari pekerjaan yang dilakukan para pengembang (guru) ber-dasarkan pedoman dan kemampuan yang mereka miliki. Meski pun demikian, sesuatu yang harus diingat bahwa berbagai faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan statu dokumen kurikulum tidak dapat diabaikan.
Evaluasi harus dapat mengungkapkan proses pengembangan muatan lokal dan kepribadian: bagaimana satuan pendidik mengidentikasi materi muatan lokal dan mengemasnya menjadi mata pelajaran serta kemudian memasukkannya dalam struktur kurikulum yang telah ditetapkan.
Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis golongan, tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan. penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan meliput; tes seleksi. tes diagnotik. tes formatif, tes sumatif. penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap; tes intelegensi,. tes kemampuan. tes sikap. tes kepribadian. tes hasil belajar/tes pencapaian.
Penggolongan tes dilihat dari banyaknya orang yang mengikuti tes: Tes individual, Tes kelompok. Dilihat dari segi banyaknya waktu yang di sediakan bagi peserta tes:  Power test, Speed test, yakni tes dimana waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes dibataasi.Dilihat dari segi bentuk responnya: Verbal test,Nonverbal test. Dilihat dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya: Tes tertulis, (b) Tes lisan, Dilihat dari bentuk tes ditinjau dari segi bentuk soalnya, dapat dibedakan tes hasil belajar bentuk uraian (selanjutnya disingkat dengan tes uraian) dan tes hasil belajar bentuk obyektif (selanjutnya disingkat dengan tes obyektif).


DAFTAR PUSTAKA

Kirkpatrick, DL. 1998. Evaluating training program, The Four levels, second edition. san fransisico: Berrett-Koehler Publisher, Inc.
Purwanto, Ngalim. 1984. Prinsip- prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosdakarya.
Sudjana, Nana. 2002. Dasar- dasar proses belajar dan mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sukardi 2008.  Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Tayibnasis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: Rineka cipta.
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. ILmu dan Aplikasi Pendidikan ( Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu). PT Imperial Bhakti Utama.

                                                                                          


[1] [1] Ngalim Purwanto, Prinsip- prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Rosdakarya, 1984), hlm. 4.
[2] Sukardi, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
[3] Ngalim Purwanto, Prinsip- prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Rosdakarya, 1984), hlm. 5
[4] Kirkpatrick, DL, Evaluating training program, The Four levels, second edition, (san fransisico: Berrett-Koehler Publisher, Inc, 1998),pp. 20.
[5] Farida Yusuf Tayibnasis, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka cipta, 2000), hlm.22.
[6] Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004), hlm. 246.
[7] Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). ILmu dan Aplikasi Pendidikan ( Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu). PT Imperial Bhakti Utama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar