Sabtu, 14 April 2012

positivisme, tokoh-tokoh positivisme


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Positivisme
Positivisme berasal dari kata positif. Kata positif disini sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. [1] secara istilah, positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif positif yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. [2]
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang tertuang dalam karya utama Auguste Comte adalah Cours de philosophic positive, yaitu kursus tentang filsafat positif (1830-1842) yang dirbitkan dalam enam jilid. Selain itu dia juga mempunyai sebuah karya yaitu Discour L’esprit Positive (1844) yang artinya pembicaraan tentang jiwa positif.[3]
Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Kemudian, filsafat pun harus meneladani contoh itu. Oleh karena itulah, positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “Hakekat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Tugas khusus filsafat ialah mengoordinasikan ilmu-ilmu yang beragam coraknya. Tentu saja, maksud positivisme berkaitan erat dengan yang dicita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman, hanya saja berbeda dengan empirisme inggris yang menerima pengalamam batiniah, dan subjektif sebagai sumber pengetahuan. Positivisme tidak menerima pengalaman batiniah tersebut. Ia hanyalah mengandalkan fakta-fakta belaka.[4]

B.   Tokoh-tokoh Positivisme
1.    Auguste Comte
Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte[5], lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama katolik yang berdarah bangsawan. Meski demikian, Auguste Comte tidak terlalu peduli dengan kebangsawanannya. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di paris dan lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan ecole sesudah seorang mahasiswa yang memberontak dalam mendukung napoleon dipecat.
Auguste Comte memulai karir profesionalnya degan memberi les dalam bidang matematika. Walaupun demikian, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial.
Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam jilid karya besarnya yang berjudul course of positive Philosophy, comte bertemu dengan clothilde de Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan comte. Dia berumur beberapa tahun lebih muda dari pada comte. Wanita tersebut sedang ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan komte pertama kalinya, comte langsung mengetahui bahwa peremuan itu bukan sekedar perempuan. Seyangnya clothilde de Vaux tidak terlalu meluap-luap seperti comte. Walaupun saling berkirim surat cinta beberapa kali, clothilde de Vaux menganggap hubungan itu adalah persaudaraan saja. Akhirnya, dalam suratnya, clothilde de Vaux menerima menjalin hubungan intim suami isteri. Wanita itu terdesak oleh keprihatinan akan kesehatan mental comte. Hubungan intim suami isteri rupanya tidak jadi terlaksana, tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat surat menyurat. Namun, romantika ini tidak berlangsung lama. clothilde de Vaux mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa bulan sesudah bertemu dengan comte, dia meninggal. Kehidupan comte lalu bergoncang, dia bersumpah membaktikan hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu.
Auguste Comte juga memiliki pemikiran Altruisme. Altruisme merupakan ajaran comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”. Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan I’humanite “suku bangsa manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”. (juhaya S. Pradja, 2000 : 91).
Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini, comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk”. Dalam hal ini comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agama masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan.[6]
Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebut diatas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi peroranga. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog, sebagai pemuda menjadi metafisis dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang positivis.[7]
2.      John Stuart Mill
John Stuart Mill memberikan landasan psikoogis terhadap filsafat positivisme. Karena psikollogi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
C.     Tiga Zaman Perkembangan Pemikiran Manusia
Titik tolak ajaran comte yang terkenal adalah tanggapannya atas perkembangan pengetahuan manusia, baik perseorangan maupun umat manusia secara keseluruhan. Menurutnya, perkembangan menurut tiga zaman ini merupakan hukum yang tetap. Ketiga zaman itu adalah zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau positif.
1.      Zaman Teologis
Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk insani biasa. Zaman teologis dapat dibagi lagi menjadi tiga periode, yaitu :
a.       Animisme : Tahap animesme merupakan tahap paling primitif, karena benda-benda dianggap mempunyai jiwa.
b.      Politisme : Tahap politisme merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada hari ini, menusia percaya pada dewa yang masing-masing menguasai suatu lapangan tertentu ; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar, dan sebagainya
c.       Monoteisme : tahap monoteisme ini lebih tinggi dari pada dua tahap sebelumnya, karena pada tahap ini, menusia hanya memandang satu tuhan sebagai penguasa.
2.      Zaman Metafisis
Pada zaman ini, kuasa-kuasa adikodrati dengan konsep dan prinsip yang abstrak, seperti “kodrat” dan “penyadap”. Metafisika pada zaman ini dijunjung tinggi.
3.      Zaman Positif
Zaman ini dianggap comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasannya ialah pada zaman ini tidak lagi ada usaha manusia untuk mencari penyebab-penyebab yang terdapat di belakang fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya. Atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya, manusia berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Hukum tiga zaman tidak saja berlaku pada manusia sebagai anak manusia berada pada zaman teologis, pada masa remaja, ia masuk zaman metafisis dan pada masa dewasa, ia memasuki zaman positif. Demikian pula, ilmu pengetahuan berkembang mengikuti tiga zaman tersebut yang akhirnya mencapai puncak kematangannya pada zaman positif.



[1] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 296
[2] Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), 182
[3] Waris, Filsafat Umum (Ponorogo: Stain Po Press, 2009),
[4] F um
[5] Yunia nur ayni, Bapak Sosiologi Auguste Comte diakses dari http://yunianurayni.wordpress.com/2011/01/21/teori-sosiologi-klasik/. diakses tanggal 17-03-2012 Pukul 14.44

[6] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 317
[7] Waris, Filsafat Umum (Ponorogo: Stain Po Press, 2009), 55

psikologi umum- pengertian psikologi , ruang lingkup, metode penelitian psikologi

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Psikologi
Secara etimologis, “Psikologi” berasal dari bahasa yunani Psyche yang berarti “jiwa” dan Logos yang artinya “Ilmu” atau “Ilmu” pengetahuan.  “Dengan” demikian “psikologi” dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau secara singkat bisa disinonimkan dengan istilah “Ilmu Jiwa”. Hanya saja dalam perkembangannya lebih lanjut psikologi tidak menjadikan “jiwa” sebagai objek kajian, mungkin lebih tepat dikatakan sebagai mengkaji gejala-gejala kejiwaan yang muncul dalam tingkah laku manusia.[1]
Dari uraian singkat diatas, kita bisa menarik sebuah pengertian bahwa “psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari penghayatan dan tingkah laku manusia yang normal, dewasa, dan berbudaya”.[2]  Menurut Dr. Kartini Kartono dalam bukunya Psikologi umum, psikologi adalah Ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (Jiwani) manusia.[3]
B.     Ruang Lingkup Psikologi
Sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari penghayatan dan tingkah laku manusia, lingkup kajian psikologi memiliki ruang yang luas mencakup semua bentuk tingkah laku manusia. Secara sistematis lingkup kajian psikologi dapat diklarifikasikan sebagai berikut :
1.    Psikologi Umum
Psikologi umum adalah suatu ilmu yang mengambil lingkup kajian pada penghayatan dan tingkah laku individu secara umum, artinya mencakup semua tingkatan usia semua jenis kelamin, kelompok, suku bangsa, ras, dan semua fase perkembangan psikologis manusia.[4]
2.    Psikologi Khusus
Psikologi khusus adalah suatu cabang psikologi yang mengambil fokus kajiannya pada tingkah laku individu dalam suatu situasi yang khusus, baik untuk tujuan teoristis maupun praktik. Ia dapat dibagi menjadi dua bagian, antara lain :
a.    Psikologi Teoristis : yaitu kajian psikologi yang diarahkan pada pengembangan dan penemuan teori baru, baik teori yang berhubungan dengan persooalan tingkah laku secara umum, maupun untuk kasus-kasus khusus.
b.    Psikologi praktis : sesuai dengan namanya kajian psikologi praktis diarahkan untuk kepentingan-kepentingan lapangan secara praktis. Maka dari itu psikologi praktis dibagi menjadi beberapa golongan. Secara sistematik yang tergolong psikologi praktis adalah :
1)   Psikologi Perkembangan : dengan fokus pada tingkah laku individu dalam proses perkembangannya. Dalam hal ini fase-fase perkembangan individu diperhatikan secara khusus dan akhirnya menjadiakan psikologi perkembangan mengklasisifikasikan dirinya dalam tiga spesifikasi khusus antara lain : psikologi perkembangan anak, psikologi dewasa, dan pskologi lanjut.
2)   Psikologi Pendidikan : dengan fokus pada mempelajari tingkah laku individu dalam sebuah proses pendidikan.
3)   Psikologi Kepribadian : dengan fokus pada masalah-masalah kepribadian.
4)   Psikologi Kriminal : dengan fokus pada masalah-masalah yang berhubungan dengan kejahatan-kejahatan.
5)   Psikologi Industri : dengan fokus mempelajari tingkah laku individu dengan situasi lapangan industri.
6)   Psikologi Differensial : dengan fokus pada mempelajari perbedaan-perbedaan-perbedaan bentuk tingkah laku dalam berbagai macam aspek.
7)   Psikologi Komparatif : dengan fokus mempelajari perbandingan tingkah laku manusia dengan tingkah laku hewan atau binatang.
8)   Psikologi Abnormal : dengan fokus mempelajari tingkah laku seseorang yang tergolong kepada kelompok abnormal.
9)   Psikologi Sosial : dengan fokus mempelajari kegiatan-kegiatan tingkah laku yang berhubungan dengan situasi-situasi sosial atau interaksi sosial diantara sesama manusia dalam menghasilkan kebudayaan.
10)    Psikologi Pastoral : dengan fokus mempelajari cara-cara pengikut suatu agama serta menyakinkan pengkutnya kepada ajaran-ajaran agamanya. Umumnya ilmu ini dipelajari oleh pemimpin-pemimpin agama seperti, para pastor dan ulama’.
11)    Psikologi Klinis (pengobatan) : dengan fokus mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang berhubungan dengan penyembuhan penyakit.
12)    Psikoterapi : dengan fokus mempelajari tata cara pengobatan cacat-cacat jiwa dengan berbagai metode, misalnya : hypnose, psikoanalisa atau ungkapan-ungkapan jiwa dan cara lainnya, termasuk dalam psikologi klinis.
13)    Psikoteknik : dengan fokus mempelajari tata cara menetapkan pribadi seseorang (individu) dan kecakaannya uantk memegang jabatan tertentu.
C.     Metode-metode Penelitian Psikologi
  1. Metodologi Pengertian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan angka dalam penyajian data dan analisis yang menggunakan uji statistika. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dipandu oleh hipotesis tertentu yang kemudian salah satu tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah menguji hipotesis yang ditentukan sebelumnya.[5]
Dalam penelitian kuantitatif, realitas dipandang sebagai sesuatu yang konkret, dapat diamati dengan pancaindera, dapat dikatagorikan menurut jenis, bentuk, warna, dan perilaku, tidak berubah dan dapat diverifikasi dalam penelitian kuantitatif, peneliti dapat menentukan hanya beberapa fariable dari objek yang diteliti, kemudian membuat instrumen untuk mengukurnya.[6]
  1. Metodologi Pengertian Kualitatif
  2. Metode Klinis
  3. Metode Statistik
D.    Manfaat Psikologi Umum


[1] Psikologi umum dan perkembangannya, h 1
[2] Ibid, 2
[3] Psikologi Umum, kartini kartono, h 1
[4] Psikologi umum dan perkembangannya, h 3
[5] Rosleny marliany, psikologi umum, 166
[6] Ibid